Berita

 Network

 Partner

Ikuti Kabarnegeri.com

Get it on Google play store
Download on the Apple app store

Partisipasi Politik Milenial dan Pengelolaan Harapan ke-Indonesia-an

Redaktur:

Kabarnegeri.com— Acap kali jelang pemilu, kita selalu disunguhkan dengan term partisipasi. Betul, partisipasi adalah jantung demokrasi yang memompa siklus kenormalan dalam negara yang menganut sistem demokrasi-politik.

Kalau kita lihat konsep utuhnya, demokrasi dan partisipasi itu ibarat dua mata koin yang saling berdampingan. Satu diantaranya terpisah, bisa ambyar Negara. Kerangka partisipasi pada demokrasi, dianggap sebagai wujud dari penyaluran hak politik warga negara dalam pemilu. Hal ini, sudah tertuang dalam semangat awal lahirnya demokrasi yang menghendaki partisipasi politik warga negara, jadi sesuatu yang final dan melekat sejak entitas masyarakat itu ada (privilege). Sehingga keterlibatan warga negara dalam mengawasi, melakukan kontrol, dan kritikan, tentu hal yang paling substansi dalam menegakkan nilai dan fungsi warga negara sebagai watchdog mewujudkan demokratisasi.

Menyetir argumentasi seorang sosiolog kelahiran Austria, Peter L. Berger, mengungkapkan bahwa asumsi yang kuat mendasari keberadaan partisipasi dalam konteks demokrasi ialah setiap orang tahu apa yang baik untuk dia. Artinya, individu atau masyarakat dapat melakukan tindakan partisipasi cenderung mengikuti apa yang menurutnya berdampak baik. Tindakan itu, melalui mekanisme demokrasi yang sudah disepakati sebagai konsensus.

Karena itu, partisipasi politik merupakan kegiatan yang dilakukan oleh warga negara tidak harus dipolitisir oleh partai politik atau kekuasaan negara dan bersifat suka rela, juga tidak untuk pegawai negeri, politisi. Partisipasi politik bertujuan untuk mempengaruhi kebijakan tertentu. Dalam literatur politik, terdapat dua bagian besar tatacara dalam partisipasi politik yaitu tatacara konvensional dan non-konvensional.

Tatacara konvensional berkaitan dengan pemilu dan kampanye sedangkan tatacara non-konvensional berkaitan dengan gerakan sosial baru, misalnya kelompok presure group: pro lingkungan, feminist, dan protes mahasiswa.

Kalau sekarang kita amati, partisipasi politik justru menemukan momentum terbaiknya, karena setiap warga negara dapat dengan cepat, tegas, dan tepat mengunakan internet untuk menjalankan partisipasi politiknya. Tidak harus door to door ke rumah-rumah membujuk dan mengajak tetapi dengan sekali klik sudah bisa nyangkut, dan masuk ke rumah-rumah warga desa global.

Gabriel Almond (2001), dalam ulasan Yagkin Padjalangi, setidaknya telah mendeteksi ada tiga indikator dorongan keterlibatan warga negara untuk berpartisipasi yaitu: modernisasi, intelektual dan komunikasi massa modern, serta adanya keterlibatan pemerintah yang cukup luas dalam aspek sosial, ekonomi, dan kebudayaan.

Kabarnegeri.com memiliki tujuan untuk menyebarkan fakta secara up to date, aktual, serta mengungkap realita yang tidak diungkapkan oleh media lain.

Ikuti Kabarnegeri.com

Get it on Google play store
Download on the Apple app store