Penyair Baru nih, Mau Tau? Baca Irsyad R Jusra
Redaktur: M Tahir
Jakarta– Deretan penyair Indonesia yang terkenal semacan Khairil Anwar, Kahlil Gibran, W.S Rendra, Supardi Joko Damono, Goenawan Muhammad, S.C Bachari, Widji Thukul dan lainnya mampu mengikat kita dengan kata dan diksi. Banyak generasi muda yang terpukau akan syair mereka, kali ini penyair muda kita datang dari Solok Sumetra Barat. Berikut deretan puisinya. Simak
Puisi: Irsyad R Jusra
Jalan Pulang
Pernah letih rel-rel tua itu memapah tapak ini
Sesampai diujung pembatasan sepasang besi tak jua bersua
Pernah tertatih kerikil itu menyapa lutut ini
sesampai di persimpangan masa
Kau tak jua berada.
Sudah bungkuk punggung gunung-gunung itu aku injak-injak demi mencari
Sudah terduduk rakit bukit-bukit itu aku sisir-sisir demi menemui
Namun Kau tak kunjung jua termukai
Ku hadang jalan pulang, Kembali ke rumah gadang
Balik bertekuk ke dalam diri , Ku ketuk tiga kali
Menjawab selaras bunyi, aku yang malu sendiri
Mencari kesana kemari, Ternyata kau disini
Menetap di rumah ini, Tinggal disini
Sendiri, Disini, di Hati ini.
Lampung, 2 April 2018
Duniawi
Biar jari menari bersama dawai melodi
Agar sunyi menyepi berbunyi seni
Sila tangisi tinggali hingga mengusir pergi
Agar hati mengerti apa Arti duniawi.
Solok, 7 Oktober 2018.
Sesingkat Kata
Ketika kata kita jadi kutu
Ketika mutu mata jadi mati
Ketika ragi raga jadi ragu
Ketika kaki kaku jadi keki
Sebab aku suram?
Sebab aku seram?
Sebab aku jalang?
Sebab aku lajang?
Sebab aku kera?
Sebab aku kere?
Sebab aku gila?,
ya aku bukan gula
Aku bukan permata
Aku bukan pertama
Aku bukan idaman
Aku bukan ada iman
Pergilah selagi lagu masih lugu
Lepaslah sebelum lupus jadi berlapis
Bergegaslah, bunuh semua benih yang berbenah
Copotlah semua bisa bisu itu
Sila kau berpaling
Cepatlah basa basi ini
Biar aku berpulang
Sajak masuk Angin
Kau angin yang setia ku hela dalam
Melala ke ubun turun merayapi paru terus mengalun
Kau angin pembisik pesan di percik malam
pengecup tipis bibir manis upaya pembangun
Kau angin sepoi pengipas kala kemarau,
Sesampai disela hujan tersempat kau mengalut dingin
Dan Kau angin penyusup pusar yang terus mengacau
Hingga hadirnya cinta kian benar tersebut masuk angina
Nyatanya
Katamu: “Asap sehisap tak henti kau santap”
Nyatanya, jiwa senyap tak henti kau kirim tuk jadikan lalap
Katamu: “Sebatang penyakit tak henti kau rakit”
Nyatanya, Indah rupamu menggilir warasku hinga terkilir
Katamu: “segumpal tembakau mulai buatmu sakau”
Nyatanya, setetes rindu mulai merisau hingga jiwa terpekik merarau